Petuah Kecil yang Berarti Besar


Semalam, ada saat dimana saya benar-benar merasa capek dan muak membuat laporan yang datang bertubi-tubi, seolah-olah deadline serasa tak pernah berhenti mengejar langkah saya. Lebih tepatnya mengejar hasrat saya untuk tidur lebih awal malam ini.

Well, rasanya saya ingin berkali-kali berteriak bahwa saya bosan membuat laporan praktikum. Bahwa saya malas menulis berlembar-lembar kertas, yang mungkin bila serangkaian huruf yang saya tulis selama ini dihilangkan enternya, akan terkumpul sekian kilometer rangkaian huruf di hadapan saya. Hahah..

Tangan saya pun sontak mogok kerja, saya letakkan pulpen yang telah sekian waktu berjalan mondar-mandir di atas kertas. Saya mengambil ponsel, dan melakukan apapun agar serotonin dalam otak saya meningkat dan dengan harapan kebahagiaan serta semangat saya untuk mengejar deadline laporan yang tinggal besok segera tercapai. Bagaimanapun, semalas apapun saya, sebosan apapun saya, sengantuk apapun saya, dan betapa godaan untuk ngrumpi terasa lebih asyik dan menggelitik daripada mengerjakan laporan, saya tetap ingin menjunjung tinggi integritas saya. Saya ingin mengerjakan tugas saya dengan baik seperti teman-teman saya yang lainnya, toh mereka bisa. Saya pun harus bisa. Dan saya yakin bahwa saya pasti bisa lebih dari itu.

Lanjut. Nah, ketika sejenak iseng melihat-lihat lagi album foto dalam ponsel, tiba-tiba mata saya berhenti pada sebuah foto yang saya ambil ketika mudik tempo kemarin. Foto ibu saya. Yeah, foto yang sebenarnya adalah hasil curi-curi ketika kami makan siang bersama di sebuah warung bakso setelah seharian lelah belanja muter-muter di pasar.

Saya pun tersenyum. Entah kenapa. Soalnya foto itu biasa saja menurut saya.

Setelah sekian tahun saya mengenal ibu saya, hidup dalam satu atap bersama beliau, mendengar omelannya dalam waktu yang tidak sebentar, juga mendengarnya menyuruh-nyuruh saya melakukan berbagai macam pekerjaan rumah yang menurut saya membosankan. Saya benar-benar baru sadar sekarang, bahwa ternyata otak saya baru mau berlari ketika saya sudah diteriaki untuk melakukan itu. Tidak selalu sih, tapi mungkin dapat dikatakan cukup sering. Ckikikik.

Dengan petuahnya untuk bangun pagi, ajarannya untuk makan tepat waktu, untuk mandi sebelum bepergian, untuk mengerjakan segala macam tugas sekolah sebisa mungkin ketika siang sehingga tidak perlu begadang sampai pagi untuk wayangan, untuk tidak tidur di depan televisi sampai subuh, sampai petuahnya untuk tidak menyimpan dendam pada siapapun, ternyata itu benar-benar bisa membentuk saya.

Perkataan yang dulu begitu membuat telinga saya gerah, membuat saya bosan karena menurut pandangan saya, saya sudah cukup menghapal semua itu. Dan menurut saya ibu saya seharusnya tidak perlu mengatakan hal sama seperti itu berulang-ulang. Saya sudah tahu. Dan saya sudah paham. That's all.

Kini ketika saya diperhadapkan dengan saat-saat dimana rutinitas yang menyibukkan, aktivitas di kampus yang membuat saya harus kos, jauh dari keluarga, saya baru sadar satu hal..

Bahwa ternyata setiap petuah ibu saya yang sebelumnya tak terasa penting,
itulah yang membentuk integritas saya,
itulah yang membuat saya terdorong memberikan waktu saya untuk sekedar mengerjakan tugas tepat waktu,
itulah yang mengajar saya untuk menaati setiap tenggang waktu yang diberikan sebelum deadline tiba,
itulah yang memimpin langkah saya untuk tetap berjalan lurus meskipun di sekitar saya banyak hiburan yang jauh lebih mengasyikkan daripada terpekur di balik kertas-kertas yang konon berisi ilmu pengetahuan.

Dan itulah yang akhirnya boleh membawa saya sampai saat ini, belum pernah telat mengumpulkan laporan. :-p
Well, semoga integritas ini boleh tetap saya junjung tinggi.

Terimakasih telah menuntunku untuk tetap berjalan maju, mak!
Rasanya tak sabar segera melalap habis laporan ini dan segera pulang (lagi) ke rumah..
Terimakasih karena terus menyumpali telingaku dengan berbagai petuah, bahkan ketika kadang aku mengatakan itu sia-sia dan membosankan..
Terimakasih telah tinggal dalam ingatanku, bahkan pada saat-saat paling-merasa-super-duper-sibuk-bosan-mangkel-anyel-malas dan sebagainya..

Inilah kenyataan, seberapa kerasnyapun saya mencoba menghindari tugas-tugas kuliah, toh saya masih harus tetap berjumpa lagi dengan pekerjaan yang saya (dan teman-teman saya yang lain) sebut dengan ML. Eitsss jangan omes(otak mesum) dulu, dalam sejarah peracikannya, ML means Membuat Laporan :-D
However, kalaupun saat ini saya belum menemukan keuntungan yang benar-benar untung bagi saya, tapi saya harap saya benar-benar dapat meyakini bahwa suatu saat akan tiba saatnya saya akan mensyukuri pernah mengalami perjalanan ML yang begitu dramatis, sampai kebawa tidur, mau makan kepikiran, mandipun kepikiran, mau mandi hati tak tenang, mau pulangkampungpun belingsatan.

Yeah, teringat lagi akan ibu saya dan petuahnya. Ternyata itu bukan hal yang bisa disebut tak penting, meskipun saat ini saya tak akan terlalu bersemangat untuk bersyukur akan hal itu, tapi paling tidak itu cukup berarti bagi saya. Yakini saja bahwa kesibukan inilah yang akan memproses saya ke arah yang lebih baik.
Dan yang tak kalah penting, kadang bekerja di bawah tekanan deadline malah makin memacu kita untuk mau berlari kencang dan mengeluarkan potensi tersembunyi kita.

That's why saya kadang masih menunda waktu meskipun itu tidak saya sukai. Hal baru yang saya temukan hari ini, ternyata yang namanya keluarga (terutama ibu) sungguh dapat menambah semangat dan menjadi sumber informasi.Hehehehe.

Nah, rasanya saat ini saya telah mendapatkan mood saya kembali untuk mengerjakan laporan mengingat deadline yang semakin mendekat. Tentang integritas, saya harap itu bisa menjadi sebuah power yang bisa memelekkan mata saya yang berat akhir-akhir ini sebab gaya gravitasi di tempat ini, di kamar saya ini begitu hebatnya. Sampai-sampai kelopak mata saya cenderung terpersuasi untuk segera merem lalu membaringkan diri (haiyyaaah!) :-D....

Ehemmm.
Sekali lagi, terimakasih makku. Luph you ;-)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments